Monday, March 25, 2013

Jam Wajib Mengajar Guru Mulai Tahun Pelajaran 2011/2012

Secara resmi Dinas Pendidikan Kabupaten perihal beban kerja guru telah menginformasikan ketentuan jam wajib mengajar guru terhitung mulai tahun pelajaran 2011/2012. Di dalam surat yang ditujukan kepada Kepala UPT Kecamatan serta Kepala SMP/SMA/SMK
Negeri dan Swasta itu dinyatakan bahwa pembagian tugas beban kerja guru
paling sedikit 24 jam tatap muka per minggu, kecuali yang mendapat tugas tambahan yang diperhitungkan sebagai beban kerja, sesuai dengan PP 74 Tahun 2008, pasal 15 ayat 3.
Menindaklanjuti isi surat tersebut maka dalam implementasinya berarti semua guru, baik yang telah bersertifikat maupun yang belum bersertifikat harus memenuhi jam wajib mengajar minimal, yakni 24 jam. Pemenuhan jam wajib mengajar terkait erat dengan pengajuan PAK (yang baru) yang akan diberlakukan tahun 2013 nanti. Oleh karena hal tersebut, agar pengajuan PAK tidak terkendala, pihak sekolah harus sudah merancang dari sekarang agar jam wajib mengajar guru minimal 24 jam per minggu.
Khusus untuk yang mendapat tugas tambahan, pemenuhan jam disesuaikan dengan PP 74 Tahun 2008. Pada Pedoman Penghitungan Beban Kerja Guru yang diterbitkan Dirjen PMPTK berkaitan dengan tugas tambahan guru dijelaskan sebagai berikut:
1. Tugas sebagai Kepala Sekolah ekuivalen dengan 18 jam, sehingga minimal wajib mengajar 6 jam
2. Tugas sebagai Wakil Kepala Sekolah ekuivalen dengan 12 jam, sehingga minimal wajib mengajar 12 jam
3. Tugas sebagai Kepala Perpustakaan ekuivalen dengan 12 jam, sehingga minimal wajib mengajar 12 jam
4. Tugas sebagai Kepala Laboratorium ekuivalen dengan 12 jam, sehingga minimal wajib mengajar 12 jam
5.  Tugas sebagai Ketua Jurusan Program Keahlian ekuivalen dengan 12 jam, sehingga minimal wajib mengajar 12 jam
6.  Tugas sebagai Kepala Bengkel ekuivalen dengan 12 jam, sehingga minimal wajib mengajar 12 jam
7.  Tugas sebagai Pembimbing Praktik Kerja Industri ekuivalen dengan 12 jam, sehingga minimal wajib mengajar 12 jam
8.  Tugas sebagai Kepala Unit Produksi ekuivalen dengan 12 jam, sehingga minimal wajib mengajar 12 jam
Selain tugas tambahan di atas, kegiatan pembimbingan siswa, termasuk kegiatan ekstrakurikuler, juga bisa dianggap sebagai kegiatan tatap muka. Khusus untuk wali kelas tidak dianggap sebagai tugas tambahan.


Selengkapnya tentang ekuivalen beban tugas mengajar bisa mendownloadnya DISINI

Hakikat Manusia


Pengantar
Sebelum membaca artikel yang membahas perihal Hakikat Manusia ini, penulis menyarankan kepada anggota milis yang baru bergabung untuk membaca dan memahami artikel yang telah disampaikan terdahulu, yaitu Bab Perjalanan Menuju Ilahi, Makna Syari'at, Syari'at Sebagai Gerbang Dunia Hakikat, dan Etika Islam, sehingga dengan mengikuti artikel tersebut secara runut, harapan kami akan diperoleh pemahaman yang utuh dalam mengikuti tulisan/artikel berikutnya,
sehingga pada akhirnya akan memperoleh gambaran secara utuh tentang apa yang ingin kami sampaikan. Pada bab ini akan penulis akan menyampaikan perihal Hakikat Manusia, yang terdiri atas dua bagian, yaitu tentang Kesadaran Diri dan Kesadaran Universal.

Karena banyaknya uraian yang akan disajikan maka kepada para pembaca yang ingin baca kelanjutan Hakikat Manusia bisa mendownloadnya DISINI 

HATI


Banyak ahli muslim terutama yang memperhatikan masalah akhlak kepada Allah, mengemukakan bahwa hati manusia merupakan kunci pokok pembahasan menuju pengetahuan tentang Tuhan. Hati, sebagai pintu dan sarana Tuhan memperkenalkan kesempurnaan diri-Nya. "Tidak dapat memuat dzat-Ku bumi dan langit-Ku, kecuali "Hati" hamba-Ku yang mukmin lunak dan tenang ( HR Abu Dawud). Hanya melalui "hati manusialah" keseimbangan sejati antara Tuhan dan kosmos bisa dicapai.
Al Qur'an menggunakan istilah qalb (hati) 132 kali, makna dasar kata itu ialah membalik, kembali, pergi maju mundur, berubah, naik turun. Diambil dari latar belakangnya hati mempunyai sifat yang selalu berubah, sebab hati adalah lokus dari kebaikan dan kejahatan, kebenaran dan kesalahan.
Hati adalah tempat dimana Tuhan mengungkapkan diri-Nya sendiri kepada manusia. Kehadiran-Nya terasa didalam hati, dan wahyu maupun ilham diturun-kan kedalam hati para Nabi maupun wali-Nya.
"Ketahuilah bahwa Tuhan membuat batasan antara manusia dan hatinya, dan bahwa kepada-Nya lah kamu sekalian akan dikumpulkan" (QS 8: 24)
"(Jibril) menurunkan wahyu kedalam hati nuranimu dengan izin Tuhan, membenarkan wahyu sebelumnya, menjadi petunjuk dan kabar gembira bagi orang-orang yang beriman" (QS 2:97)
Hati adalah pusat pandangan, pemahaman, dan ingatan (dzikir)
"Apakah mereka tidak pernah bepergian dimuka bumi ini supaya hatinya tersentak memikirkan kemusnahan itu, atau mengiang ditelinganya untuk didengarkan, sebenarnya yang buta bukan mata, melainkan " hati" yang ada didalam dada." (QS 22:46)
"memang hati mereka telah kami tutup hingga mereka tidak dapat memahaminya, begitu pula liang telinganya telah tersumbat" (QS 18:57)
"Apakah mereka tidak merenungkan isi Al Qur'an? atau adakah hati mereka yang terkunci?"  (QS 47:24)
"Janganlah kamu turutkan orang yang hatinya telah Kami alpakan dari mengingat Kami (dzikir), orang yang hanya mengikuti hawa nafsunya saja, dan keadaan orang itu sudah keterlaluan"      (QS 18:28)
"Sesungguhnya telah Kami sediakan untuk penghuni neraka dari golongan jin dan manusia; mereka mempunyai hati, tetapi tidak menggunakannya untuk memaha-mi ayat-ayat Allah, mereka mempunyai mata, tetapi tidak dipergunakan untuk melihat, mereka mempunyai telinga tetapi tidak dipergunakan untuk mendengar. Mereka itu seperti binatang ternak, bahkan lebih sesat lagi. Mereka adalah orang -orang yang alpa (tidak berdzikir) " (Qs 7:179)
Iman tumbuh dan bersemayam didalam hati,begitu juga kekafiran, kemungkaran serta penyelewengan dari jalan yang lurus. Oleh sebab itu, Allah tetap menegaskan bahwa perilaku seseorang tidak bisa hanya sekedar syarat sah rukun syariat saja, akan tetapi harus sampai kepada pusat iman yaitu " hati ".
Mungkin kita hampir lupa bahwa peribadatan selalu menuntut pemurnian hati (keikhlasan), sehingga akan menghasilkan sesuatu yang haq serta dampak iman secara langsung.
Iman yang pernah diikrarkan oleh kaum Arab badwi dihadapan Rasulullah bukan kategori iman yang sebenarnya, sehingga seketika itu Allah menurunkan wahyu untuk memperingatkan kepada mereka (Arab badwi)
"Orang-orang Badwi itu berkata: "kami telah beriman ". Katakanlah (kepada mereka) " Kamu belum beriman ",tetapi katakanlah " kami telah tunduk ", karena iman itu belum masuk kedalam hatimu (Qs 49:14) .
Iman yang benar mempunyai ciri tersendiri dan diakui oleh al Qur'an. Ia tertegun dan terharu tatkala nama Allah disebut ... dan bahkan ia terdorong ingin meluap-kan kegembiraan dan kerinduannya dengan menjerit seraya bersujud dan menangis. Bergetar hatinya dan bertambahlah imannya. Ia begitu kokoh dan mantap dalam setiap langkahnya karena keihsanan bersama dengan Allah yang selalu menjaga. Ia akan selalu berbisik kedalam lubuk hatinya tatkala menghadapi persoalan dan kesulitan didunia, karena disitulah Allah meletakkan ilham sebagai pegangan untuk menentukan sikap. Sehingga kaum beriman akan selalu terjaga dalam hidayah dan bimbingan Allah Swt.
Firman Allah Swt:
"Suatu musibah tidak akan menimpa seseorang kecuali atas izin Allah. Dan barang siapa yang beriman kepada Allah, tentu Dia akan menunjuki "hatinya". Dan Tuhan Maha Mengetahui segala-galanya" (Qs 64:11)
"Keimanan telah ditetapkan Allah ke dalam " hatinya " serta dikokohkan pula Ruh dari diri-Nya" (Qs 58:22)
"Dan kami tunjang pula mereka dengan petunjuk, dan kami teguhkan hati mereka" (QS 18: 13-14)
"Dialah yang telah menurunkan ketentraman didalam hati orang-orang yang beriman supaya bertambah keimanannya di samping keimanan yang telah ada" (QS 48:4)
Syetan menggantikan kedudukan Allah bersemayam di istana hati manusia yang lalai. Allah akan memalingkan dan menghinakan orang yang lalai akan Allah, Allah akan mengunci dan mematikan hati sehingga ia diberi gelar " binatang ternak! Bahkan lebih sesat dari itu. Kalau sampai terjadi seperti ini maka tertutuplah hati untuk menerima cahaya dari Allah Swt. Maka tidak heran jika perbuatan nya akan cenderung mengikuti langkah-langkah syetan yang dilarang oleh Allah, syetan menggantikan posisi Allah menduduki hati yang tertutup dan dialah yang akan menasehati dan membimbing kejalan yang sesat. Kekejian itu akan menyeruak kedalam kalbu melalui hembusan ilham sehingga akal fikiran tidak mampu menghalau datangnya petunjuk tersebut. Marah dan benci tidak pernah direncanakan, akan tetapi ia datang langsung kepusat hati, dan tubuh tanpa daya mengikuti kemauan sihir sang iblis . Hati menjadi buta ...!!!
Allah berfirman:
"Barang siapa yang berpaling dari pengajaran Allah Yang Maha Pemurah, Kami adakan baginya syetan (yang menyesatkan) maka syetan itulah yang menjadi teman yang selalu menyertai"      (Qs 43: 36)
"Hai orang- orang yang beriman, janganlah kamu mengikuti langkah-langkah syetan, maka sesungguhnya syetan itu menyuruh mengerjakan perbuatan yang keji dan yang mungkar. Sekiranya tidaklah karena karunia Allah dan rahmat-Nya niscaya tidak seorangpun dari kamu sekalian bersih (dari perbuatan keji dan mungkar) selama-lamanya, tetapi Allah membersihkan siapa yang dikehendaki-Nya. Dan Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui". (QS 24: 21)
Iman dan kafir terletak didalam hati, Allah telah membeberkan berikut contoh-contohnya antara orang yang dibukakan hatinya dan yang ditutup hatinya, serta perilaku keduanya. Maka keputusannya terletak kepada kebebasan manusia itu sendiri untuk memilih jalan yang sesat ataupun yang lurus. Karena disitu akan mendapatkan bimbingan langsung baik jalan kesesatan maupun jalan ketaqwaan.
Firman Allah:
"Demi jiwa serta penyempurnaan (ciptaan-Nya), Maka Allah mengilhamkan kepada jiwa itu (jalan) kefasikan dan ketaqwaanya. Sungguh beruntunglah orang yang menyucikan jiwa itu dan merugilah orang yang mengotorinya". (Asy Syams 7-10)
Ayat diatas memberikan pengertian atas pentingnya membersihkan jiwa, sehingga apabila hal ini terjadi, maka Allah-lah yang akan membimbing ketaqwaan, keimanan, serta ketulusan. Namun sebaliknya Allah akan menistakan manusia yang melalaikan akan Allah serta mengotori hatinya dengan mengirim musuh Allah sebagai penasehat dan menuntunnya kejalan kesesatan.
Kemudian apa langkah selanjutnya, serta bagaimana terapi untuk mengembalikan hati yang sudah terlanjur karam dilumpur nista?
Pertama kita sudah memahami bahwa, penyebab utama dari ketidak mampuan berbuat baik dan kesulitan menjaga dari perbuatan keji dan mungkar serta tidak didengarnya setiap doa, adalah "tertutupnya mata hati oleh NUR ILAHY".
Kedua, konsentrasikan masalah mengurus hati dulu, jangan mempersoalkan hal yang lain, karena "hati sedang menderita sakit kronis. Kita harus perhatikan dengan sungguh-sungguh, dan memasrahkan diri kepada Sang Pembuka Hati ... Dialah yang menutup hati kita, membutakan, mentulikan, dan mengunci mati dan tidak memberikan kefahaman atas ayat-ayat Allah yang turun kedalam hati.
Mari kita perhatikan kedalam, kita jenguk hati kita yang sedang berbaring tak berdaya, disitu terlihat syetan dengan leluasa memberikan wejangan dan petunjuk bagaimana berbuat keji dan mungkar. Ia menuntun pikiran untuk menerawang keangkasa, mengajaknya mi'raj keangan-angan panjang dan melupakannya ketika badan sedang Shalat, sedang berwudhu' dan membaca AlQur'an dan ibadah yang lain. Kita sudah beberapaka kali mencoba menepis ajakan itu namun apa daya kekuatan iblis memang luar biasa, kita bukan tandingannya untuk melawan dan mengusir nya. Ia ghaib dan licik ... ia berjalan melalui aliran darah manusia, ia bisa menembus tembok ruang dan waktu, ia ada dalam fikiran, dan bahkan bersemayam didalam hati manusia. Cukup sudah usaha kita untuk melawannya, namun gagal dan gagal lagi ...
Namun ada yang yang tidak "MATI", yaitu diri sejati yang selalu melihat keadaan hati kita yang sakit. Ialah "Bashirah" (Al Qiyamah: 14), ia tidak pernah bersekongkol dengan syetan, Ia yang mengetahui kebohongan hati, kejahatan, dan ia selalu mengikuti fitrah Allah, ia jujur, tawadhu', khusyu', kasih sayang dan adil (lihat tafsir Sofwatut Tafasir, oleh Prof Ali As Shobuni).
Kita harus cepat mendengarkan suara dia yang selalu mengajaknya ke arah kebajikan, Ia sangat dekat dengan Allah, Ia sangat patuh, Ia penuh iman, Ia berbicara menurut kata Allah (ilham), dan kedudukannya sangat tinggi diatas Syetan dan jin sehingga mereka tidak bisa menembus untuk menggodanya (As Shafat:8) Anda bisa merasakannya sekarang ... tatkala anda berbohong, ia berkata lirih ... kenapa kamu berbohong ... ia tidak tidur tatkala kita tidur ... ia melihat tatkala kita bermimpi dikejar anjing ... ia melihat ketika jin menggoda dan syetan menyesatkan, namun hati tidak kuasa mengikuti kata bashirah yang oleh Allah digelari "RUH-KU". Maka beruntunglah orang yang membersihkan jiwanya dan celakalah orang yang mengotorinya (As Syam:9-10)
Kita kembali kepada persoalan hati,
Mari kita perbaiki hati kita dengan cara mendatangi Allah, kita serahkan persoalan ini ... kerumitan hati yang selalu ragu-ragu ... ketidak mampuan menahan syahwat yang bergolak keras ...
Mari kita contoh Nabi Yusuf ketika gejolak nafsu sudah menguasai hatinya, Ia tidak kuasa lagi menahan syahwatnya tatkala Julaiha datang menghampiri untuk mengajaknya berbuat mesum ... Ia cepat berpaling dan menghampiri Allah dan mengadukannya keadaan syahwatnya yang terus menerus mengajak kepada keburukan. Kemudian Allah mendatangkan rahmat-Nya dan memalingkan hatinya, mengangkat kekejian didalam hatinya, dan akhirnya Nabi Yusuf terbebas dari perbuatan yang dilaknat Allah Swt.
Allah sendiri yang akan memalingkan hati dari perbuatan keji dan mungkar sehingga terasa sekali sentuhan Ilahy tatkala mengangkat kotoran hati dengan cara menggantikannya dengan perbuatan baik dan ikhlas .
Allah berfirman:
"Sesungguhnya wanita itu telah bermaksud (melakukan perbuatan itu) dengan Yusuf, dan Yusufpun bermaksud (melakukan pula) dengan wanita itu, andaikata dia tidak melihat tanda (dari) Tuhannya. Demikianlah, agar Kami memalingkan daripadanya kemungkaran dan kekejian. Sesungguhnya Yusuf itu termasuk hamba-hamba Kami yang terpilih ( ikhlash)" (Yusuf:24)
Mungkin kita masih ragu-ragu ... apa mungkin kita bisa mendapatkan burhan dan bimbingan Allah dalam menghindari perbuatan keji dan mungkar? Mari kita hindari prasangka yang buruk terhadap Allah, kita timbulkan rasa percaya bahwa hanya Allah lah yang mampu memberikan hidayah dan bimbingan serta mencabut persoalan yang kita hadapi.
Pada bab penyucian jiwa, telah saya sampaikan praktek berkomunikasi kepada Allah. saya mengharap anda telah melakukannya dengan penuh hudhu' dan ikhlas, sehingga anda juga akan dibukakan rahmat dan hidayah-Nya. Amin...
Mari kita kembali mecoba berkomunikasi kepada Allah seperti tercantum dalam bab sebelumnya.
Ketika Allah membuka Hidayah kedalam " Hati "
Hilangkan rasa takut tersesat didalam menempuh jalan ruhani ... bekal kita adalah tauhid, lambungkan jiwa melayang menuju Allah ... dekatkan dan berbisiklah dengan kemurnian hati ... jangan menghadap dengan konsentrasi pikiran, sebab anda akan mengalami pusing dan tegang. Usahakanlah tubuh anda rileks dan pasrah ... biarkan hati bergerak menyebut Asma-Nya yang Maha Agung ... Ajaklah perasaan dan fikiran untuk hadir bersujud dihadapan-Nya.
Jangan hiraukan kebisingan diluar ... usahakan hati tetap teguh menyebut nama Allah berulang-ulang ... sampai datang ketenangan dan hening serta rasa dingin didalam kalbu ... kalau anda mengalami pusing dan penat ... berarti cara berdzikirnya menggunakan kosentrasi didalam fikiran, maka ulangi dengan cara berkomunikasi didalam jiwa/hati ...
Mohonlah kepada Allah agar dibukakan hati dan dimudahkan menempuh jalan menuju makrifat ...
Biasanya ... kalau kita mendapatkan ketenangan dan kekhusyu'an didalam berkomunikasi dengan Allah ... mula-mula hati menjadi sangat terang ... mudah sekali menangis terharu tatkala kita menyebut Asma-Nya ... kita tidak kuasa membendung air mata ketika shalat ... membaca AlQur'an dan melihat keagungan Allah yang lain ... hati sering bergetar manakala kita berhadapan dengan-Nya ... badan turut berguncang dan berat dirasa seakan ada yang mendorong untuk bersujud dan menangis ... keihsanan dan tauhid kepada Allah bertambah kuat. Keyakinan bertambah lekat, serta perubahan demi perubahan didalam kalbu semakin terlihat. Perilaku kita akan dibimbing ... perilaku hati yang semula kaku dan cenderung kasar berubah dengan sendirinya ..menjadi lembut ... Yang semula shalat fikiran turut melayang-layang berubah dengan kekhusyu'an dan terasa nikmatnya ... dan seterusnya ...
HAL INI TIDAK AKAN PERNAH TERJADI, APABILA KITA HANYA MENJADIKAN ARTIKEL INI SEBAGAI REFERENSI ILMU YANG HANYA UNTUK DIPERDEBATKAN, LALU DISIMPAN DALAM ALMARI ...
Untuk lebih jelasnya mari kita lanjutkan perjalanan kita ini dengan mengikuti bagaimana Allah mengajarkan manusia, binatang, para Nabi dan Rasul. Selanjudnya anda akan saya ajak berguru kepada Yang Maha Mursyid ... Maha Mengetahui, Maha guru dari segala guru, Yang Maha Sakti. Dialah yang mengajarkan manusia apa-apa yang belum diketahuinya. Dia mengajarkan binatang lebah untuk membuat sarangnya. Dan ... kepada Dia lah segala makhluk bergantung ... Dialah Sang Guru Sejati ... Gurunya para Guru ... Gurunya para Nabi dan Rasul gurunya para Wali dan gurunya KITA yang bertaqwa!!!
Perjalanan kita hampir dekat menuju persoalan penting ... yakni kepada siapa kita harus berguru ... maka simaklah bab berikutnya " BERGURU KEPADA ALLAH"
Wassalam




Etika Islam

Masalah kemerosotan moral dewasa ini menjadi santapan keseharian masyarakat kita. Meski demikian tidak jelas faktor apa yang menjadi penyebabnya. Masalah moral adalah masalah yang pertama muncul pada diri manusia, "baik ideal maupun realita".
Secara ideal bahwa pada ketika pertama manusia di beri "ruh" untuk pertama kalinya dalam hidupnya, yang padanya disertakan "rasio" penimbang baik dan buruk (QS. Assyams 7-8).
Secara realita bahwa dalam kehidupan bermasyarakat, dimana individu merupakan bagian dari masyarakat manusia, maka yang awal mula muncul dalam kesadarannya ialah pertanyaan
"What must be?"(Apa yang seharusnya), yang lalu disusul dengan "What must I do?"(Apa yang dilakukan) pelaksanaan "What must I do?", menanti lebih dulu jawaban "What must be?". Pertanyaan "What must be?", ditujukan kepada kemampuan rohani pada diri manusia yang berbentuk kategori-kategori tertentu yang tidak timbul dari pengalaman maupun pemikiran, kemampuan ini bersifat intuitif dan apriori. Oleh sebab itu masalah moral adalah masalah "normatif".
Di dalam hidupnya manusia dinilai! Atau akan melakukan sesuatu karena nilai! Nilai mana yang akan dituju tergantung kepada tingkat pengertian akan nilai tersebut.
Pengertian yang dimaksud adalah bahwa manusia memahami apa yang baik dan buruk serta ia dapat mambedakan keduanya dan selanjutnya mengamalkannya. Pengertian tentang baik buruk tidak dilalui oleh pengalaman akan tetapi telah ada sejak pertama kali "ruh" ditiupkan. Demi jiwa serta penyempurnaannya, maka Allah mengilhamkan kepada jiwa itu (jalan) kefasikan dan ketakwaannya (QS. 91: 7-8)
Pengertian (pemahaman) baik dan buruk merupakan asasi manusia yang harus diungkap lebih jelas, "atas dasar apa kita melakukan sesuatu amalan".
Imam Al Ghazali menamakan pengertian apriori sebagai pengertian "awwali". Dari mana pengertian-pengertian tersebut diperoleh, sebagaimana ucapannya:
Pikiran menjadi sehat dan berkeseimbangan kembali dan dengan aman dan yakin dapat ia menerima kembali segala pengertian-pengertian awwali dari akal itu. Semua itu terjadi tidak dengan mengatur alasan atau menyusun keterangan, melainkan dengan Nur (cahaya) yang dipancarkan Allah SWT ke dalam batin dari ilmu ma'rifat1).
Di sini, Al Ghazali mengembalikannya ke dasar pengertian awwali yaitu pengertian Ilahyah. Sedang Plato menyebutnya "idea". Ia mengungkapkan bahwa "idea" hakekatnya sudah ada, tinggal manusia mencarinya dengan cara menenangkan pikiran atau disebut mencari inspirasi bagi seniman. Jelasnya "idea" bukan timbul dari pengalaman atau ciptaan pikiran sehingga menghasilkan "ide".
Kesadaran tentang keberlangsungan ide yang sejak awal ruh ditiupkan, menyebabkan Allah dalam firman-firmanNya menghendaki manusia masuk pada posisi asasinya yang disebut "idul fitri", yaitu kembali kepada "kesejatian diri". Sebab kesejatian inilah yang bisa dipertanggung-jawabkan kebenaran sikapnya karena perilaku yang keluar bersandar pada kejernihan fitrah. Maka sesungguhnya fitrah itu sejalan dengan kehendak Allah (fitrah Allah), yang disebut dalam Al Qur'an:
Maka hadapkanlah wajahmu dengan lurus kepada agama (Allah). (Tetaplah atas) fitrah Allah yang telah menciptakan manusia menurut fitrah itu. Tidak ada perubahan pada fitrah Allah. (itulah) agama yang lurus, tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahuinya (QS. Arrum: 30).
Pada dasarnya fitrah manusia itu suci, akan tetapi proses penerimaan ide (ilham) tersebut, terkadang menjadi tidak murni disebabkan kekotoran jiwa yang diliputi nafsu syahwat. Dalam hal ini Allah berfirman:
"Dan demi jiwa serta penyempurnaannya, maka Allah mengilhamkan kepada jiwa itu (jalan) kefasikan dan ketakwaannya. Sesungguhnya beruntunglah orang yang mensucikan jiwa itu Dan merugilah orang yang mengotorinya." (QS Asysyams 7-8).
Betapa bahayanya ilham-ilham tersebut bila diterima oleh jiwa yang kotor, sebab pengetahuan-pengetahuan itu akan digunakan untuk bagaimana mencuri, korupsi, menipu dan merusak alam semesta. Tetapi alangkah indahnya jika ilham-ilham tersebut diterima oleh jiwa yang tenang dan bersih yang akan menimbulkan kemaslahatan bagi dirinya maupun alam semesta. Maka dari sini dapat dimengerti, walau seseorang sudah memiliki pengertian "baik buruk secara apriori", bukan berarti ia telah tahu secara mutlak, namun pengertiannya masih bersifat relatif dan hal itu akan lebih jelas jika disinari oleh wahyu ketuhanan. Sebab ia tidak akan mampu menelusuri secara intelektual tanpa adanya "daya spiritual" dalam menerima ide yang sesuai dengan Fitrah Allah. Sebaliknya kalau dibiarkan jiwa kita diam, terbelenggu oleh keinginan syahwat, maka apa yang diperoleh oleh jiwa berupa ide ilmu pengetahuan akan digunakan sesuai dengan kepentingan syahwatnya.
Kembali kepada masalah "nilai". Seseorang pasti akan dinilai atau pasti akan melakukan sesuatu karena nilai, dan jika "nilai" masih bersifat relatif, maka nilai tersebut akan tergantung kepada dasar yang ia pakai. Bisa jadi, mencuri itu mendapat nilai kebajikan apabila perilaku tersebut didasari oleh hukum-hukum tentang permalingan, juga sekularisme, hedonisme, komunisme dan ateisme, dasar-dasar inilah yang akan menilai perilaku itu baik atau buruk.
Begitupun tata nilai ketuhanan (Islam), setiap "perilaku" Islam sangat menekankan orientasi niat yang kuat, menyandarkan peribadatannya didasari konsep "Lillahi ta'ala".
Pendasaran kepada setiap "laku" manusia, mengandung tuntutan kesadaran, bukan paksaan!! Perilaku seseorang tersebut baru bisa dikatakan mempunyai nilai. Hal ini sesuai dengan Hadist Nabi:
Sesungguhnya segala perbuatan itu disertai niat. Dan seseorang diganjar sesuai dengan niatnya (Hadist riwayat Bukhari Muslim).
Dalam hadist tersebut jelas, setiap perilaku mempunyai dasar (niat), sehingga perbuatannya dikategorikan baik atau buruk dimana ia menggantungkan niatnya.
Suatu riwayat, ketika Rasulullah Hijrah ke Madinah, diungkapkan masalah "niat".
"Maka barang siapa hijrahnya didasari (niat) karena Allah dan Rasulullah maka hijrahnya akan sampai diterima oleh Allah dan Rasulullah. Dan barang siapa hijrahnya didasari (niat) karena kekayaan dunia yang akan didapat atau karena perempuan yang akan dikawin, maka hijrahnya terhenti (tertolak) pada apa yang ia hijrah kepadanya". (Al Hadits)

Di sini sangat penting kesadaran akan "niat" untuk memperjelas perbedaan mana yang baik menurut nafsu, dan baik menurut Allah. Perilaku yang lalai atau tidak karena Allah seperti dalam shalat, maka nilai kelurusan shalat yang terhalang oleh pikiran yang tidak khusyu' akan berakibat pada rusaknya nilai ibadah shalat. Seperti yang termaktub alam Al Qur'an:
"Maka celakalah bagi yang melakukan shalat karena"niat"-nya (lalai) terhambat oleh ingin dilihat orang lain." 1)
Perbuatan macam ini tidak bisa dikatakan sebagai "Dien". Sebab agama mempunyai satu dasar penilaian yang sangat sempurna yakni; Islam, Iman, dan Ihsan.
Etika pada umumnya menentukan "sadar bebas" sebagai obyeknya, dan ternyata hal ini hanya melihat dari segi lahiriah perbuatan.
Setia dan bertingkah baik an-sich tanpa memperhitungkan syarat lain, memang dapat digolongkan ke dalam "kebajikan". Namun belum tentu dikategorikan dalam kebajikan jika ditinjau lebih jauh pada kondisi-kondisi lain, yakni pada apa perbuatan itu bersangkut paut atau apa yang melatari perbuatan tersebut. Misalnya: Si Abdullah memberikan sedekah kepada fakir miskin. Ketika terjadi tindakan tersebut terdapat:
  1. Subjek yang berbuat, yaitu "Abdullah".
  2. Objek yang diperbuat, yaitu Abdullah melakukan "sedekah".
  3. Objek yang terkena perbuatan, yaitu sedekah diberikan kepada fakir miskin.
  4. Objek yang dipergunakan, yaitu niat karena apa (bisa karena ingin dilihat orang, karena Allah dll).
Pada faktor-faktor inilah disamping "niat" batin, Islam meletakkan nilai syarat yang ikut mengambil bagian dalam menilai suatu perbuatan sebagai tindakan etis. Tegas sekali Islam mewajibkan "niat karena Allah" sebagai tanggung jawab penghambaan kepada Kholiqnya.
Tanggung jawab Islam dalam syariat (etika ketuhanan) selalu mengandung kedalaman dimensi yang tidak saja tindakan fisik sebagai objek nilai, juga di dalamnya nilai psikologis merupakan tindakan etis yang secara naluriah, mengembalikan kepada Fitrah Allah. Dalam tahapan ini manusia sampai kepada tahapan tertinggi yang dalam tindakannya sesuai dengan kehendak Allah (Fitrah Allah), diharapkan setiap perilaku (ibadah) sampai kepada syarat; islam, iman dan ihsan. Karena akan dikatakan (dinilai) sebagai agama apabila meliputi ketiga kriteria tersebut.
Dalam Hadist riwayat Bukhori dan Muslim disebutkan:
Artinya: sesungguhnya Jibril pernah datang kepada Nabi dalam bentuk seorang Arab Badui, lalu ia bertanya kepadanya tentang islam, maka Nabi menjawab, "Islam itu, ialah hendaknya engkau bersaksi sesungguhnya tidak ada tuhan selain Allah dan sesungguhnya Muhammad itu utusan Allah, engkau mendirikan shalat, engkau keluarkan zakat, engkau puasa bulan Ramadhan dan engkau pergi haji ke Baitullah jika engkau mampu pergu ke sana. Lalu Jibril bertanya apakah Iman itu? Nabi menjawab, "Yaitu hendaknya engkau beriman kepada Allah, kepada Malaikat-Nya, kepada kitab-kitab-Nya, kepada para Utusan-Nya, bangkit dari kubur sesudah mati, dan hendaknya engkau beriman kepada takdir tentang takdir baik dan buruknya. Jibril bertanya lagi, apakah ihsan itu? Nabi menjawab, yaitu hendaknya engkau menyembah Allah yang seolah-olah engkau melihat Allah, sekalipun engkau tidak bisa melihat-Nya tetapi Ia bisa melihat engkau. Kemudian dalam akhir Hadist itu dikatakan Rasulullah saw bersabda (kepada para sahabatnya): Dia itu Jibril, Ia datang kepadamu untuk mengajarkan tentang agamamu.
Hal ini seluruhnya termasuk agama, dan agama (dien) itu sendiri berarti khudhu' (tunduk) dan dzull (merendah) seperti perkataan:
"Ku tundukkan dia, maka ia tunduk"
yakni: beribadah kepada Allah dan taat kepada-Nya serta merendahkan diri kepada-Nya.
Agama meliputi:
  1. Islam: berupa syariat Islam (syahadat, shalat, zakat, puasa, haji).
  2. Iman : kepercayaan, keyakinan, transendental.
  3. Ihsan: kekuatan psikologis dimana ia mengaitkan nilai perilakunya karena Allah.
Maka setiap peribadatan, apakah itu shalat, zakat, puasa akan terasa sia-sia apabila dilakukan tanpa dibarengi dengan tunduk dan patuh serta merasakan adanya sikap "ihsan" (seakan-akan melihat Allah, jika tidak mampu melihat-Nya sesungguhnya Ia melihat kalian). Hal inilah yang selalu menjadi permasalahan pokok dan mensosialisasi sebagai kebiasaan buruk yang tidak lagi menjadi masalah, padahal kita bertahun-tahun melakukan peribadatan tidak mendapatkan apa-apa kecuali capek dan sia-sia. Ihsan adalah kontak batin dan dialogis, responsif. Ihsan adalah roh setiap peribadatan, dan menentukan diterima tidaknya peribadatan. Sikap ini pula yang menjadikan ihsan itu rukun agama, yang apabila ditinggalkan salah satu rukun agama, maka batallah sebagai agama. Permasalahan rukun agama ini telah dihukumkan dan disyaratkan kepada orang yang sampai baligh. Sebagaimana Hadist Rasulullah:
"Hukum tidak berlaku bagi tiga golongan; orang yang tidur sampai bangun, anak kecil sampai mimpi basah, dan orang gila sampai sembuh" (Abu Dawud, Ibnu Majah dan Annasay, hadist sohih).
Selanjutnya Islam mengajarkan bahwa seorang muslim yang beramal kebajikan, tetapi tujuannya bukan Lillahi ta'ala tidak mungkin diterima amalnya, sebagaimana firman Allah:
"Kami menurunkan kitab ini kepada engkau dengan sebenarnya, sebab itu sembahlah Allah seraya mengihklaskan agama bagi-Nya saja" (Q.s. Az-zumar: 2).
Nash tersebut di atas merupakan kesimpulan dari tujuan etika Islam, yaitu mengembalikan kepada posisi fitrah manusia, yang dengan kesadaran itu, maka ia akan menjadi manusia paripurna dan ia akan berakhlaq sebagaimana akhlaq Allah, dengan kecenderungan berbuat baik tanpa beban dan paksaan.
Untuk itu kecenderungan berbuat baik akan terjadi apabila kita mampu berusaha membersihkan jiwa. Dan kebersihan jiwa akan didapat apabila kita melaksanakan peribadatan sesuai dengan kriteria-kriteria pada penjelasan di atas.

Catatan kaki:

1) Al Qur'an surat Al Maa'uun ayat 4-5 yang artinya: "Maka kecelakaanlah bagi orang yang shalat. (Yaitu) orang-orang yang lalai dari shalatnya"

Syariat Sebagai Gerbong Dunia Akhirat

Umat Islam masa sekarang ini banyak yang mengalami kehilangan arah dan tempat pijakan. Dari mana harus memulainya. Mereka terpuruk dan ingin cepat bangkit dari ketertinggalannya. Hal tersebut tampak dari semangat yang kadang berlebihan dengan diiringi emosi yang tinggi, sehingga hal itu memudahkan musuh-musuh Islam untuk mensiasati dan menjadikan umat Islam sebagai kaum teroris dan berbagai kesan kurang baik lainnya.
Hal ini harus diakui merupakan keteledoran umat Islam dalam melaksanakan ajaran dengan pengertian yang keliru. Islam harus kembali kepada hati yang suci, yang dalam firman Allah dikatakan ... "yang mampu memuat Dzat-Ku". Dengan demikian seharusnya manusia akan berkata-kata dengan Rab-nya tentang hidup, tentang ilmu, tentang informasi dan rencana-rencana untuk menghadapi semua permasalahan di dunia maupun di akhirat. Bukankah Allah berjanji akan melindungi seorang mukmin dengan mengalahkan sepuluh orang musuh?. Kaum yang sedikit dengan kekuatan spiritual yang luar biasa mampu mengalahkan perang Badaryang dahsyat. Nabi Musa dengan keteguhannya dalam bertauhid mampu mengalahkan Raja Fir'aun. Dan masih banyak lagi pejuang-pejuang sahid kita dalam menghadapi musuh dengan tetap teguh pada jalan tauhid dan komunikasi kepada Allah Yang Agung.
Kita sadar bahwa begitu agungnya Al Quran, dan begitu piciknya kita dalam memahami syariat, sehingga kita lihat ummat Islam sekarang terpuruk dan saling menyalahkan. Kita lihat pula gerakan atau harokah-harokah Islam muncul dimana-mana dengan berbagai bentuk penawaran berupa konsep keislaman yang lebih murni. Namun apa yang terjadi, kenyataannya mereka masih sangat rapuh sehingga antara mereka masih mengadakan adu otot di depan khalayak ramai bahkan seperti anak kecil saling cemooh dan masing-masing pihak merasa yang paling benar dan islami. Satu hal yang belum ada dalam jiwa ummat yaitu kelembutan hati akibat jauhnya dari ingat kepada Allah, memulainya tindakan sesuatu bukan dilandasi karena Allah, serta kurang siapnya kita dalam menembus hati-hati yang panas dan gersang dengan sapaan jiwa yang manis penuh kasih. Kita belum memiliki keberanian untuk mengatakan akulah yang salah dan terima kasih atas nasihatmu. Padahal untuk hal seperti itu Allah sudah memberikan peringatan seperti yang tercermin dalam surat Al Asyr ayat 3:
"Kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal soleh dan nasehat menasehati supaya menta'ati kebenaran dan nasehat menasehati supaya menetapi kebenaran".
Pada kali ini penulis akan membicarakan masalah syariat pada sisi yang lain disamping sudah terpapar mengenai bersyariat untuk memikirkan mengenai ayat-ayat kauniah. Juga akan penulis ungkapkan masuknya seorang mukmin sejati dalam bersyariat sehingga mencapai kepada tingkat hakikat syariat secara transendental. Dimana pada sisi ini adalah bagaimana melaksanakan syariat dan merasakan keimanan yang sebenarnya dengan tetap mengacu pada kontrol Al Qur'an dan Al Hadist.
Imam Hasan Al Banna berkata di dalam risalah ta'lim:
Bagi iman yang tulus, ibadah yang benar serta mujahadah (berjuang menundukkan hawa nafsu) melahirkan cahaya kelezatan yang Allah limpahkan ke dalam hati siapa saja yang Dia kehendaki diantara hamba-hamba-Nya. Akan tetapi ilham, khowatir (lintasan-lintasan hati), kasyf (penyingkapan rahasia ghaib) dan mimpi bukanlah merupakan dalil-dalil hukum syariat dan tidak dianggap kecuali dengan syarat tidak bertentangan dengan hukum agama dan nash-nash-Nya (nash dari Al Qur'an dan As Sunnah).
Di dalam menyikapi prinsip syariat, ada dua golongan/kategori yang termasuk di dalamnya, yaitu:
Golongan pertama, golongan yang mengabaikan cita rasa yang terkandung dalam syariat, atau mereka menilai sesuatu secara lahiriah saja tanpa melihat kepada pengertian sesungguhnya, yang mana mereka/golongan ini mengingkari pengaruh apapun yang timbul dari iamn yang dalam, ibadah yang benar, serta ketulusan dalam bermujahadah di dalam mencemerlangkan akal dan memberi hidayah kepada hati.
Golongan kedua, yaitu golongan orang yang di dalam melaksanakan ibadah (bersyariat), tidak hanya sampai kepada makna lahiriah saja, tetapi perhatian terhadap penghadapan jiwa secara hanif (lurus) dan sungguh-sungguh dalam berjuang melumpuhkan hawa nafsu. Di dalam hadist shahih, Rasulullah SAW bersabda:
"Akan dapat merasakan makanan iman ialah: orang yang ridho terhadap Allah sebagai Tuhannya, Islam sebagai agamanya, dan Muhammad sebagai nabinya (HR Muslim dari Al Abbas).
Sufyan bin usyainah pernah ditanya "Mengapakah ahlul ahwa (yang bergelimang dalam nafsu) itu begitu kuat cintanya kepada nafsunya?" Sufyan menjawab: "Apakah engkau lupa firman Allah yang mengatakan:
"Dan mereka itu telah dimesrakan dalam hati-hati mereka untuk menyembah anak lembu dengan kekufuran mereka (QS. Al Baqarah: 92)".
Setiap peribadatan yang apabila kita lakukan dengan syarat sungguh-sungguh akan mendapatkan dampak kepada hati berupa kesejukan dan kemudahan untuk melakukan kebaikan-kebaikan yang dirihoi Allah SWT. Dan sebaliknya apabila kita melakukannya dengan sekedarnya saja atau hanya memenuhi syarat sahnya syariat, maka kita tidak akan mendapatkan apa-apa kecuali rasa penat dan jenuh. Sehingga terasa sekali di hati kekakuan dan kecongkakkan yang dengan tetap bersimbulkan keislaman. Maka jadilah budaya kita adalah budaya Islam yang kaku dan jauh dari sifat kasih sayang serta kebusukan hati yang diseliputi bungkus syariat Islam. Kenyataan ini hendaknya kita koreksi bagaimana sikap orang mukmin terhadap sesama, dan bagaimana mereka bila disebut asma Allah ... lalu bergetar serta tersungkur dan menangis tak tertahankan.
Di dalam Al Qur'an banyak menjelaskan ciri-ciri orang mukmin sejati. Yang seharusnya menjadi acuan dalam hidup kita dalam melakukan peribadatan kepada Allah SWT. Bukannya lantas takluk kepada kekalahan terhadap nafsu. Yang akhirnya kita tetap berkubang dalam kecintaan terhadap bimbingan setan yang sesat.
Kesulitan hati dalam merasakan nikmat Allah berupa kelezatan iman. Cemerlangnya hati, kekusu'an serta berbuat baik. Ini disebabkan ada bisikan pembimbing yang setia setiap saat dalam melakukan kekejian dan kemungkaran, yaitu setan laknatullah. Sebagaimana dicantumkan dalam Al Qur'an surat Az Zkhruf 36:
"Barang siapa yang berpaling dari dzikir kepada yang maha pemurah, kami adakan baginya setan (yang menyesatkan) maka setan itulah yang menjadi teman yang selalu menyertainya".
Sedangkan dalam surat Al Mujadalah ayat 19 Alah berfirman, artinya:
"Telah dikerasi mereka oleh setan, maka setan itu telah menjadikan mereka lupa kepada menyebut Allah"

Dilanjutkan dalam surat An Nissa 142 tercantum, artinya:
"Mereka gemar memperlihatkan amalan-amalannya kepada manusia ramai dan mereka tiada menyebut Allah kecuali hanya sedikit"
Juga dalam surat An Nur ayat 21, artinya:
"Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mengikuti langkah-langkah setan. Barang siapa yang mengikuti langkah-langkah setan itu menyuruh perbuatan yang keji dan mungkar. Sekiranya tidak karena karunia Allah dan rahmat-Nya kepada kamu sekalian niscaya tidak seorangpun dari kamu bersih (dari perbuatan keji dan mungkar) selama-lamanya, tetapi Allah membersihkan siapa yang dikehendaki-Nya. Dan Allah maha mendengar lagi maha mengetahui".
Setelah melihat dengan jelas keterangan Al Qur'an mengenai betapa setan merupakan penyebab utama dalam mengarahkan manusia untuk berbuat keji dan mungkar, sehingga manusia tidak lagi mampu berbuat yang diperintahkan Allah. Namun demikian Allah menjelaskan dalam Al Qur'an bahwa Allah sendirilah yang akan mengangkat manusia ketika manusia dalam perangkap setan. Kita tidak akan mampu menolak ajakan setan sebab mereka berada dalam pusat hati kita, kita bagaikan terpengaruh hipnotis dimana selalu menuruti apa yang diperintahkan setan. Maka jadilah kita orang yang selalu dalam bimbingan setan. Hati kita menjadi keji tanpa harus melalui proses berpikir. Rasa jahat itu muncul seketika dalam hati dan merasakan sulitnya berbuat kebajikan.
Akan tetapi kekuatan atas kesungguhan dalam menghayati perilaku syariat mengakibatkan si pelaku menemui hakikat (kebenaran) dari apa yang dilakukan selama ini. Seperti diungkapkan Al Qur'an mengenai shalat
"bahwa sesungguhnya shalat itu mencegah perbuatan keji dan mungkar" (Al Ankabut: 45 ).
Pemahaman atas ayat tersebut adalah bahwa shalat merupakan alat pencegah dari segala perbuatan buruk. Satu hal yang akan penulis kedepankan memperhatikan masalah shalat, bagaimana kita menghayati dan meluruskan jiwa kita dalam menghadap kepada yang menciptakan langit dan bumi dengan tidak sedikitpun kesyirikan dalam hati maupun pikiran kita. Kehadiran hati, perasaan serta dialog yang telah disyariatkan. Apabila si pelaku tadi melakukannya dengan totalitas tinggi (kaaffah), maka ia akan mendapatkan karunia ketidakmampuan berbuat keji dan mungkar, serta akan dimudahkan untuk selalu bersikap baik. Karena di dalam hati orang itu sudah timbul perasaan ihsan yang terus-menerus terhadap Allah. Syariat tidak lagi menjadi beban si pelaku. Tetapi merupakan energi bagi kehidupan serta menjadi alat komunikasi yang indah untuk selalu berdialog dalam do'a.
Ketidak-mampuan dalam melakukan perbuatan keji dan mungkar adalah merupakan karunia Allah, merupakan kenyataan (hakikat). Si pelaku tidak lagi merasa tertekan dan terbebani syariat yang begitu banyak.
Berdasarkan keterangan di atas, maka kecintaan terhadap perbuatan keji dan mungkar itu hanya dapat diatasi dengan membawakan hati tersebut selalu teringat kepada Allah serta mengihklaskan hati kita hanya untuk Allah. Sebagaimana Allah firmankan dalam surat Yusuf 24:
"Sesungguhnya wanita itu telah bermaksud (melakukan perbuatan itu) dengan Yusuf, dan Yusufpun bermaksud (melakukan pula) dengan wanita itu andaikata dia tidak melihat tanda (dari) Tuhannya. Demikian itu karena hendak memalingkan yusuf dari perbuatan jahat dan keji, karena sesungguhnya dia termasuk hamba-hamba yang ikhlas"
Allah telah mengisyaratkan pada ayat-ayat di atas bahwa kita tidak akan mampu beribadah dengan baik atau melakukan syariat yang begitu banyak, rasanya mustahil kita memenuhi aturan-aturan yang telah ditetapkan Oleh Allah tersebut, kecuali atas karunia dan bimbingan-Nya. Dan untuk mendapatkan bimbingan serta ianah Allah kita diharapkan memasrahkan diri setiap saat dalam segenap keadaan, dengan cara mengingat Allah baik pagi maupun petang, serta mengiklaskan setiap peribadatan hanya untuk Allah semata. Begitulah Allah memalingkan nabi Yusuf dari perbuatan tercela dengan menuntun dan dan mencabut rasa keji dan mungkar dihatinya. Padahal saat itu kedua belah pihak antara nabi Yusuf dan Siti Zulaiha sudah saling menginginkan, namun nabi Yusuf berserah diri kepada Allah untuk mendapatkan burhan (penerang) dari Allah. Atas dasar keiklasan dan pemasrahan yang kuat kepada Allah akhirnya nabi Yusuf mendapatkan karunia terlepas dari ajakan setan.

Makna Syariat

Dalam makna syariat, umat Islam sering terjebak dalam pengertian sempit sehingga tak jarang kehilangan substansinya. Dan akibatnya, mereka hanya melakukan ibadah seremonial dan tidak mendapatkan sesuatu yang berharga yakni pembuka jalan menuju "kebenaran syariat". Sikap terhadap shalat misalnya, betapa banyak nilai penghayatan dan kekhusyu'an yang terabaikan. Shalat bukan lagi sebagai kebutuhan dialog dan memohon petunjuk tetapi telah berubah sebagai kewajiban yang harus dipenuhi dengan berbagai macam larangan dan ancaman yang mengerikan. Sehingga terasa sekali muncul ketidaknyamanan dalam setiap melakukan syariat Islam. Hal ini tidak ubahnya tawanan perang yang harus memenuhi kewajiban membayar upeti seraya terbayang betapa kejamnya sang penguasa.
Belum lagi dalam melaksanakan petunjuk Al Qur'an yang terasa dikejar target syarat sahnya syariat selain hitung-hitungan amal, dan jarang mengarah pada pemahaman akan fungsi syariat itu sendiri. Setiap syariat (aturan Allah) merupakan jalan dengan segala rambu-rambunya menuju hikmah yang dikandung di dalam teks dan praktek secara sempurna, serta pembuka tabir dibalik "firman". Syariat bukan hanya untuk dibaca dan disucikan tanpa menyentuh isi tujuan yang dibaca, seperti tercantum dalam surat Al Alaq 1-5 :
"Bacalah dengan nama Tuhanmu yang menciptakan. Dia telah menciptakan manusia dari 'alaq. Bacalah! dan Tuhanmu yang paling pemurah. Yang telah mengajar manusia dengan perantara kalam. Dia telah mengajarkan manusia apa yang tidak diketahuinya".
Memang, Al Qur'an adalah firman Allah yang disucikan sehingga memegangpun harus suci dari hadast, namun hal ini bukan berarti haram bagi manusia untuk memahami sesuai dengan kadar pemikiran dan pemahamannya. Sebab Al Qur'an itu diturunkan sebagai petunjuk manusia dan semesta alam. Sikap jumud (pendek akal) ini pun pernah diprotes RA Kartini pada gurunya, KH Sholeh Darat, ketika ia mengusulkan agar Al Qur'an itu diterjemahkan. Saat itu, ia merenungkan kondisi bangsa Indonesia yang mengalami kemunduran pemikiran. Bagi Kartini, Al Qur'an yang begitu agung tidak hanya bacaan suci yang berpahala dan pengobat hati saja, namun ia merupakan petunjuk hidup di dunia maupun di akhirat. Menurutnya, andai Al Qur'an sudah diterjemahkan waktu itu, insya Allah bangsa Indonesia akan sadar pada integritasnya sehingga tidak akan mau menjadi budak Belanda.
Kata "iqra" merupakan jendela untuk melihat kehidupan alam semesta yang luar biasa luasnya. Ayat ini menyiratkan makna, betapa Al Qur'an membuka cakrawala dunia ilmu (pengetahuan) yang dapat digali melalui kata 'baca'. Sejarah dunia pun mengakui bahwa pada abad ke tujuh Islam telah mengalami masa kejayaan dan peradaban yang pesat. Islam telah berhasil mengembangkan khazanah landasan ilmu pengetahuan dan teknologi, sehingga sampai abad ketigabelas dilakukan secara terus-menerus penggalian dan pengembangan ilmu pengetahuan yang kelak dijadikan landasan ilmu pengetahuan modern. Bisa dibandingkan dengan ilmu pengetahuan yang dikembangkan oleh barat yang baru dimulai pada permulaan abad 15 sampai sekarang.
Dengan bersyariat secara benar, Islam mengalami kemajuan di bidang ilmu pengetahuan secara pesat. Dengan meningkatnya pengetahuan, kita mengenal sifat dan perilaku alam, gejala-gejala alamiah yang komplek atau musykil dapat kita terangkan dan uraikan menjadi gejala-gejala yang lebih sederhana yang mudah kita ketahui. Dari sini muncul teori untuk menerangkan suatu gejala, ataupun teori yang disusun untuk meramalkan gejala yang akan terjadi bila diadakan suatu percobaan tertentu dalam laboratorium. Kemudian dilakukan eksperimen untuk menguji kebenaran suatu teori. Begitu seterusnya, hingga sains natural tumbuh dan berkembang terus dari hasil serangkaian kegiatan kaji-mengkaji secara struktural dan sistematis silih berganti (disebut intizhar). Hal tersebut hanya dapat terjadi dalam suatu generasi yang begitu gigihnya melakukan intizhar (penelitian) atas dasar keislaman yang terkandung dalam Al Qur'an.
Dan bukan dengan cara disucikan dalam makna yang keliru sehingga muncul kerancuan ilmu pengetahuan yang diakibatkan oleh penyampaian tentang Islam yang tidak Islami. Akibatnya bisa kita lihat dan rasakan sekarang bagaimana kebanyakan orang menganggap belajar fisika, biologi, kimia dan ekonomi bukan ilmu Islam. Mereka antipati dengan ilmu dunia yang dianggap bukan berasal dari Al Qur'an, dan mereka hanya kenal tentang Islam sebagai musabaqoh Al Qur'an, haji, zakat, dan shalawat nabi serta upacara-upacara seremonial, berikut segala larangan dan ancaman, amalan dan ganjaran, tidak lebih dari itu, dan selain itu ditolak habis.
Para cendekiawan barat mengakui bahwa Jabir Ibnu Hayyan (721-815) adalah orang pertama yang menggunakan metode ilmiah dalam kegiatan penelitiannya di bidang alkemi yang kemudian oleh ilmuwan barat diambil alih serta dikembangkan menjadi apa yang kita kenal sekarang sebagai ilmu kimia. Sebab Jabir yang namanya dilatinkan menjadi Geber adalah orang yang telah melakukan intizhar dan merupakan orang pertama yang mendirikan suatu bengkel dan mempergunakan tungku untuk mengolah mineral-mineral dan mengekstraksi menjadi zat-zat kimia dan mengklasifikasikannya.
Di dalam sejarah ilmu pengetahuan yang ditulis oleh sarjana Eropa disebutkan bahwa Mohammad Ibnu Zakaria ar-Rozi (865-925) telah menggunakan alat-alat khusus untuk melakukan proses-proses yang lazim dilakukan ahli kimia seperti distilasi, kristalisasi, kalsinasi dan sebagainya. Buku Ar-rozi, yang namanya dilatinkan menjadi Razes, dianggap sebagai manual atau buku pegangan laboratorium kimia yang pertama di dunia, dan dipergunakan oleh para sarjana barat, yang baru berabad-abad kemudian mempelajari sains yang telah dikembangkan oleh umat Islam, di universitas-universitas Islam di Toledo dan Cordoba, Spanyol.
Terlalu banyak ilmuwan Islam dan karya mereka untuk disebutkan pada kesempatan ini, dan begitu dalam pula pengaruh terhadap karya tokoh-tokoh ilmiah itu di Eropa dalam hal perkembangan ilmu pengetahuan hingga masih dirasakan berabad-abad kemudian. Apakah sebabnya pada masa dahulu umat Islam giat sekali mengembangkan Islam secara mendalam baik dalam bidang hukum, filsafat, sains, maupun tasawuf. Namun sebaliknya apakah yang kita lihat dan rasakan pada masa sekarang di abad ke dua puluh satu ini? Di pesantren-pesantren serta perpustakaan-perpustakaan Islam hanyalah tersisa berupa kitab lusuh klasik yang "dikeramatkan" dan "dikomersialkan" seperti imriti matan, jurumiah, bulughul marom, madzahibul arba'ah yang kesemuanya itu pelajaran-pelajaran tata bahasa arab belaka serta ilmu-ilmu fiqih yang sudah dipatenkan. Pintu ijtihad ditutup!!
Sesungguhnya di dalam Al Qur'an banyak diperoleh ayat yang mendorong umat Islam untuk melakukan intizhar dan menggunakan akal pikiran seperti tercantum dalam ayat 101 surat Yunus memerintahkan :
"Katakanlah (hai Muhammad) perhatikanlah dengan intizhar/nazar apa-apa yang ada di langit dan di bumi".
Bahkan dalam ayat 17-20 surat Al Ghasiyah dipertanyakan :
"Maka apakah mereka tidak melakukan intizhar dan memperhatikan unta, bagaimana ia diciptakan. Dan langit bagaimana ia ditinggikan. Dan gunung bagaimana ia didirikan. Dan bumi bagaimana ia dibentangkan. Maka berikanlah peringatan karena engkaulah pemberi peringatan".
Penggunaan akal pikiran untuk dapat mengungkapkan tanda-tanda kekuasaan dan kebesaran Allah ditegaskan dalam surat An-Nahl 11 :
"Dia menumbuhkan bagimu dengan air hujan itu, tanaman zaitun, korma, anggur dan segala macam buah-buahan. Sesungguhnya yang demikian itu merupakan ayat-ayat Allah (tanda-tanda kekuasaan Allah) bagi orang-orang yang berfikir."
Yang kemudian dilanjutkan dalam ayat 12 :
"Dan Dia menundukkan malam dan siang, matahari dan bulan untukmu. Dan bintang-bintang itu ditundukkan dengan perintah-Nya. Sesungguhnya dalam gejala-gejala itu terdapat ayat-ayat Allah bagi orang-orang yang menggunakan akal"
Sebenarnya didalam ayat ini tercantum juga ungkapan bahwa Allah menundukkan dan mengatur perilaku matahari, bintang, dan bulan dengan perintah-Nya. Peraturan Allah inilah yang diikuti oleh seluruh alam semesta beserta isinya, bagaimana ia harus bertingkah laku. Yang kemudian oleh manusia disebut sebagai hukum alam, atau peraturan yang diikuti oleh alam.
Lebih jelas lagi kita baca surat Fushilat ayat 11 :
"Kemudian dia mengarah kepada langit yang masih berupa kabut lalu Dia berkata kepadanya dan kepada bumi:"Silahkan kalian mengikuti peritah-Ku dengan suka hati atau terpaksa". Jawab mereka :"Kami mengikuti dengan suka hati".
Ayat ini membuktikan bahwa alam taat mengikuti segala peritah dan peraturan sang pencipta, termasuk apa yang disebut alam pada diri manusia (mikrokosmos), termasuk segala yang ada dalam tubuh kita seperti detak jantung, darah mengalir menghantarkan nutrisi ke seluruh jaringan tubuh, nafas menghembus tanpa kita perintahkan yang semuanya bergerak diluar kehendak kita. Semua serba teratur dan tunduk patuh kepada peraturan-peraturan yang ditetapkan, mereka bekerja dalam ketetapan dan fungsinya masing-masing. Namun demikian manusia tetaplah manusia yang selalu saja tidak pernah bersukur dan menyadari bahwa semua itu adalah karunia Allah yang maha pemurah, dan tetap saja kebanyakan manusia mengingkari hal itu semua sebagai rahmat-Nya. Walaupun seluruh instrumen tubuh manusia itu sesungguhnya ikut dalam peraturan Islam yang merupakan ketetapan Allah.

Sunday, March 24, 2013

Permendiknas no 41 Tahun 2007

Bagi dewan guru yang bingung mencari permendiknas no 41 tahun 2007 tentang standart proses bisa mendownloadnya DISINI

Story Book Part 2

kelanjutan dari story book part 1, langsung aja berikut daftar beberapa kisah yang tersaji dalam bahasa inggris dan tentunya masih lengkap dengan disertai format mp3 juga:

Perjalanan Menuju Illahi


Dengan nama Allah yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang.
Segala puji bagi Allah, yang maha mengetahui seluruh rahasia tersembunyi dan dimana hati mukminin bergetar tatkala mendengar asma-Nya .Shalawat dan salam semoga tercurah pada penghulu sekalian Rasul, penyempurna risalah Ilahi beserta keluarganya.
Saya ucapkan banyak terima kasih atas partisipasi rekan di nusantara dalam kontribusinya pada syiar Islam di bidangnya masing-masing. Dan kepada bapak Haji juga menghaturkan terima kasih atas wejangannya yang bermanfaat dalam menuju kehadirat Ilahy
Dalam kesempatan ini, saya akan sampaikan perjalanan pengalaman keruhanian serta apa dan bagaimana wejangan Pak Haji tersebut. Sebelum saya bertemu dengan Pak Haji saya tinggal di sebuah pesantren di Bogor. Sebuah pesantren yang menekankan nilai-nilai ajaran tasawufnya Imam Al Ghazaly. Kami dikondisikan dengan suasana nizham tasawuf yang cukup ketat.
Namun anehnya, semakin dalam saya menekuni dunia tasawuf akhlakiah ini (bukan tarikah seperti Naqshabandiyah, atau yang lain) justru saya mengalami rasa jenuh yang luar biasa. Saya merasakan lelah yang sangat hebat. Dalam beribadah dan bersyariat pun terasa banyak yang masih terlewatkan. Belum lagi tuntutan kualitas dalam melakukannya. Saya merasa tidak mungkin melaksanakan ajaran Islam secara total yakni melaksanakan ayat per ayat yang jumlahnya 6666 itu, ditambah lagi dengan hadist yang jumlahnya mencapai ratusan ribu. Saya pernah berpikir betapa ajaran Islam ini susah sekali untuk diamalkan, padahal kita terlanjur tahu tentang segala kewajiban harus dilakukan .Baik yang berupa larangan maupun perintah. Dan didalam Al Quran sendiri dalam surat Al Baqarah 208, menyatakan:
"Wahai orang yang beriman masuklah kalian dalam Islam secara keseluruhan, dan janganlah kamu turut langkah-langkah syetan. Sesungguhnya syetan itu musuh yang nyata bagimu."
Tiba-tiba saya menjadi sangat ngeri membaca peringatan ayat ini. Sebab kata "Kaafah" dalam ayat tersebut berarti keseluruhan ajaran Islam, dimana dalam pemahaman saya, kita harus melaksanakan ajaran Islam ini dengan total tanpa pilih-pilih lagi. Namun, terasa sekali betapa berat dalam merealisasikan tuntutan Al Qur'an tersebut, padahal saya sudah berupaya dengan sungguh-sungguh. Mulai dari menjaga pandangan dari perbuatan maksiat serta shalat-shalat sunnah dengan diiringi puasa nabi Dawud dan mendawamkan wudhu', sampai-sampai di tengah banyak orang tidur lelap, saya tidak ketinggalan tahajjud. Keadaan ini saya lakukan selama bertahun-tahun, namun begitu melihat bahwa ajaran Islam tidak hanya itu, saya pun mengalami kebingungan. Karena terasa bahwa saya masih jauh dari kata 'kaffah'. Terus apanya yang salah?
Mulailah saya bertanya dalam diri, apakah ada yang salah dalam ibadah saya? Saya berpikir bahwa hanya diri saya yang mengalami kegelisahan tersebut namun ternyata banyak keluhan serupa terlontar dari ikhwan-ikhwan yang juga ketat dalam menjaga syariat.
Kalaulah saya tidak takut dosa mungkin saya akan mencari jalan lain untuk mendapatkan kedamaian dan ketentraman. Saya juga mengintip apa yang dilakukan orang lain dalam mencari kedamaian dan ketentraman. Dari sekian banyak yang saya temui melihat perilaku orang lain dalam mencari solusi. Tidak salah lagi ... kebathinan dan dunia klenik mistis perdukunan jadi pelabuhan jiwanya. Sementara sebagian lagi terjebak oleh retorika ilmiah yang disajikan dengan memisahkan tidak ada hubungannya dengan agama sama sekali., apalagi dengan dunia mantra-mantra. Dalam hal ini saya tidak akan membahas mengenai bagaimana dan tidak akan membuka perdebatan masalah apa yang dilakukan orang lain.
Dari pergolakan jiwa saya yang menggelegak itulah saya bertemu dengan Pak Haji. Lewat butiran mutiara nesehatnya itulah, saya mengambil kesimpulan bahwa tidak akan pernah ada dan mampu manusia di kolong semesta ini untuk ber-Islam dengan 'kaffah', kecuali mendapatkan karunia dan bimbingan Allah secara langsung.
Didalam renungan saya yang sangat mengherankan. Betapa tidak, sedikitpun saya tidak pernah merencanakan benci atau marah terhadap seseorang yang menyinggung hati. Tapi kenapa benci dan marah itu datang tanpa bisa saya cegah. Namun sebaliknya kenapa untuk berbuat baik dan ikhlash harus memerlukan tenaga dan upaya yang sangat luar biasa. Kenapa kebaikan tidak menjadi terasa ringan dan mudah sehingga tak terasa beban dalam fikiran maupun perasaan. Rasa marah berganti senyum, rasa benci menjadi kasih sayang, dari tidak khusyu' menjadi khusyu' dan seterusnya. Dan seharusnyalah sifat-sifat baik ini mengalir seperti ilham yang menuntun perilaku kita. Suatu malam, saya keluhkan hal ini kepada Allah tentang keletihan hati dan ketidak mampuan untuk berbuat lebih banyak menjalankan syariat Islam. Saya pasrah dan mohon bimbingan agar ditunjukkan kejalan yang diridhoi .
Selama ini kita dipaksa untuk percaya terhadap suatu keyakinan tanpa pernah memahami mengapa kita harus meyakininya. Keadaan inilah yang menyebabkan keyakinan seseorang akan mudah lepas dan selalu dalam keraguan. Misalnya begini, si Ahmad memberitahu Salman bahwa gula itu rasanya manis. Berita dari Ahmad ini adalah bentuk informasi yang memaksa Salman untuk percaya (wajibul yakin) kemudian dilanjutkan untuk melakukan memakan gula tersebut dan apa yang dikatakan oleh Ahmad ternyata benar bahwa gula yang baru saja dimakannya rasanya benar-benar manis. Pada tingkat ini pengetahuan Salman bertambah dari wajibul yakin menjadi ainul yakin (merasakan sendiri) kemudian menjadi haqqul yakin, karena ia betul-betul mengalami secara langsung bukan sekedar katanya si Ahmad. Akan tetapi bahkan Salman sudah sekaligus mengisbathkan (keyakinan yang tidak bisa diubahkan) kebenaran informasi tersebut.
Sampai di sini, keyakinan Ahmad dan Salman tidak akan mampu lagi orang lain mengubahnya walaupun dipenggal leher sekalipun. Nah ... keyakinan seperti inilah yang kita harapkan dalam beribadah kepada Allah serta mempercayai ayat-ayat sampai kepada keadaan yang sebenarnya (hakikinya).
Dari hasil perbincangan dengan rekan-rekan yang tergabung dalam majlis dzikir ini, banyak pengalaman yang telah mereka lalui. Apa yang mereka katakan hampir sama dengan apa yang telah saya lakukan. Dan ternyata mereka juga mengalami hal yang sama atas perubahan-perubahan dalam manisnya ibadah, sehingga berkembang memasuki keadaan hakikat yang sebenarnya dari bentuk syariat yang dilakukan. Anda tidak usah khawatir untuk memasuki dunia iman lantas takut sesat, tidak! Saya justru hanya mengajak melakukan apa yang telah kita dapatkan, kalau sekiranya ada amalan yang keluar dari dasar Islam maka anda mempunyai hak untuk menentukan keluar dari majelis dzikir ini.
Banyak orang terjebak dalam menilai sesuatu. Kita digiring kepada persoalan yang sempit. Kerohanian tidak banyak dikenal orang Islam lantaran takut sesat seperti Syekh Mansyur Al Hallaj atau Syekh Siti Jennar yang terkenal dengan ajaran wihdatul wujud atau manunggaling kawula gusti. Dua orang yang dianggap sesat, menghalangi kita untuk belajar lebih dalam ilmu hakikat. Padahal berapa ribu ulama yang tidak sesat dalam belajar menghayati ruhiyah Islamiyah seperti Hujjatul Islam Imam Al Ghazaly, Imam Annafiri, Imam Syafi'i, Imam Hambali, Imam Hanafi, para shahabat rasul, serta Sunan bonang, Sunan Maulana Malik Ibrahim, Sunan Kali Jaga yang merupakan guru Syekh Siti Jennar, dan seterusnya yang hidup dengan ruhiyah Islamiyah. Tapi mengapa kita hanya mempersoalkan kesesatan dua tokoh tersebut. Kenapa kita tidak melihat ulama yang tidak sesat seperti yang disebutkan tadi. Ada sentimen apa sehingga begitu gencarnya mengekspos sesat dan bid'ah terhadap yang sungguh-sungguh dalam bermujahadah kepada Allah yang Maha Ghaib ...dan mengatakan belajar ilmu hakikat ini divonis haram.
Dan yang perlu kita catat, kesesatan itu tidak hanya pada ilmu kerohanian saja. ilmu fiqih, ilmu ekonomi, ilmu akunting dan ilmu komputer, atau ilmu apa saja dapat dibawa menuju kesesatan. Kenapa anda tidak pernah takut untuk belajar ilmu akunting, padahal dengan ilmu ini orang bisa menggunakannya untuk korupsi (maling) juga ilmu yang lainnya. Semoga kita tidak terpengaruh oleh pendapat sempit yang ia tidak pernah memasuki atau menghayati kedalaman Islam secara menghujam hingga ke lubuk hati.
Akibatnya kita menjadi korban atas pemberitaan yang tidak seimbang. Islam yang kita lakukan sekarang menjadi setengah hati, tidak sampai menghunjam ke dalam akar iman yang sebenarnya. Kita tidak pernah lagi mendengar suara hati kita terharu ketika berhadapan dengan Allah. Apakah hati kita berguncang keras tatkala asma Allah disebutkan berkali kali? Ketakutan kita terhadap pemahaman tasawuf, yang menurut prasangka kita akan tersesat seperti Syekh Mansyur Al Hallaj atau Syekh Siti Jennar, telah membuat asma Allah tidak lagi mampu menyejukkan dan menggetarkan jiwa. Padahal keadaan itu merupakan tanda-tanda keimanan seseorang.
Untuk itulah, agar kita tidak terjebak dalam pemahaman sesat seperti di atas, agaknya kita perlu menengok perjalanan sejarah pengalaman para nabi dan rasul dalam merentas jalan keruhanian menuju lautan cinta dan kasih sayang Allah SWT.
Cak Sangkan

Tadzkiyyatun Nafs (pembersihan jiwa), adalah forum komunikasi masalah ruhiyah atau yang berhubungan dengan masalah pengalaman ruhiyah (bathin) , melalui dialog yang berkesinam-bungan anda akan diajak meruntun jejak al Quran secara kauniyah .
Ada banyak sekali pertanyaan pada kita. Sebagian dari pertanyaan ini mungkin kelihatan mudah dan jelas sekali bagi sekelompok orang,dan dapat dijawab dengan mudah . Untuk pertanyaan-pertanyaan yang berhubungan dengan hukum (fiqih) serta ilmu pengetahuan, jawaban atas pertanyaan pertanyaan tersebut dapat dijawab dengan bukti-bukti yang kuat yang membuat kita menjadi jelas dan tidak ragu-ragu lagi atas kebenaran jawaban yang diberikan. Ada banyak sekali pertanyaan -pertanyaan yang belum pernah terjawab dengan baik. Pertanyaan pertanyaan tersebut sebenarnya amat mendasar, tetapi tidak pernah mendapat jawaban yang konkret dengan bukti ,karena selama ini dianggap tidak mungkin antara lain adalah:
  • Apakah ada shalat khusyu' itu?
  • Mungkinkah orang awam seperti kita bisa melakukannya ?
  • Benarkah ibadah itu nikmat dan dapat menenangkan jiwa ?
  • Bagaimana Allah menjawab setiap doa?
  • Bagaimana cara membedakan ilham dari Allah dan ilham dari syetan
  • Adakah cara mudah untuk mencapai Makrifat kepada Allah?
  • Apakah hakikat diri, dan mengapa harus kembali kepada Allah?
  • dll ...
Kita semua sudah mendengar dan memperoleh jawaban untuk hal-hal tersebut. Tetapi karena jawaban tersebut tidak diberikan dengan bukti dan hanya disampaikan dengan istilah katanya dan katanya ... maka sampai detik ini semua pertanyaan tersebut terabaikan dan akibatnya kita memaklumkan ketidak khusyuan, dan tidak dikabulkannya doa merupakan hal yang tidak penting.
Pertanyaan-pertanyaan tersebut diatas mungkin sebagian dari kita sulit untuk mempercayai kalau hal itu bisa terjadi dan dirasakan oleh kita secara langsung !
Mudah-mudahan melalui diskusi dan dialog nanti kita sampai kepada jawaban dan keadaan iman yang sebenarnya berlandaskan Al Quran dan As Sunnah.
Insya Allah didalam forum ini anda akan menemukan jawabannya dan merasakan secara langsung. Metode yang disajikan nanti sangat sederhana dan mudah difahami serta bisa dipraktekkan dirumah masing-masing, secara langsung dan tanpa perantara.
Wassalam